Redaktur: Tim Pusdeka

Desember adalah bulannya kelompok rentan dan momentum bagi kalangan aktivis. Di bulan ini ada Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP), Hari Disabilitas Internasional dan Hak Peringatan Hari HAM Sedunia. Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang konsen pada isu-isu tersebut pun menyelenggarakan kegaitan-kegiatan peringatan. Salah satunya adalah kegiatan Seminar Nasional Multi Pemangku Kepentingan untuk Disabilitas Psikososial dari Kekerasaan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Psikososial/Mental yang diselenggarakan pada 18 dan 19 Desember 2023 di Jakarta.

Kegiatan ini mengundang pemangku kepentingan dari pemerintah pusat, provinsi serta melibatkan organisasi masyarakat. Disamping sebagai kampanya dan meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan, kegiatan ini juga berujuan untuk membangun kolaborasi lintas sektor dalam upaya pemenuhan hak serta upaya penghapusan tindak kekerasan terhadaap penyandang disabilitas psikososial/mental.

Pada kegiatan ini Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga Universitas Nadlatul Ulama, Rindang Farihah, diundang sebagai salah satu pembicara dalam salah satu sesi panel dengan tema “Perspektif Budaya & Agama dalam upaya pemenuhan hak disabilitas psikososial dan perlindungan kekerasan di Indonesia.”Rindang menyampaikan materi tentang Potensi Gerakan Perempuan untuk Perlindungan Penyandang Disabilitias Psikososial/Mental.

Isu itu diangakat karena sejauh ini gerakan-gerakan perempuan di Indonesia masih fokus pada isu gender dan kurang memperhatikan isu disabilitas khususnya disabilitas psikososial sebagai sasaran advokasi. Meski sama-sama mengkampanyekan nilai inklusif, gerakan-gerakan perempuan dan gerakan advokasi hak disabilitas tampak berjalan secara terpisah. Artinya mereka belum memiliki suatu kerangka pemahaman yang sama.

Padahal kalau melihat data tidak sedikit perempuan yang meyandang disabilitas psikososial.  Perempuan penyandang disabilitas mental merupakan kelompok sosial yang sering mendapatkan stereotip dan stigma serta rentan mengalami kekerasan seksual. Rindang menekankan bahwa gerakan masyarakat sipil seharusnya memiliki perspektif interseksionalitas (perempuan, disabilitas, kemiskinan) untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak disabilitas psikososial.*