Reporter: Tim Pusdeka

Sabtu (20/1) Pusdeka UNU Yogyakarta dan Gusdurian Yogyakarta telah menyelenggarakan Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG). Kegiatan kolaborasi ini dilaksanakan sebagai agenda tindak lanjut dari teman-teman Gusdurian yang sebelumnya mengikuti Kelas Penggerak Gus Dur. Kegiatan ini juga terselenggara dalam rangka memperingati Haul Gus Dur. Sasaran utama dari kegiatan ini adalah mahasiswa dan oleh karena itu tema yang diangkat adalah “Gus Dur dan Nilai-Nilai Keindonesiaan yang Relevan bagi Generasi Z.” Bagi Generasi yang lahir tahun 2000 ke atas mungkin sosok Gus Dur relatif sudah dikenal. Namun seperti apa pemikiran serta bagaimana sejarah perjuangan beliau belum tentu sudah dipahami secara mendalam.

Pusdeka UNU Yogyakarta menerima ajakan kolaborasi dalam menyelenggarakan KPG karena acara ini sangat penting untuk generasi muda, khususnya mahasiswa UNU Yogyakarta. Apa yang sudah diperjuangkan Gus Dur terkait dengan fokus isu di Pusdeka yaitu kesejahteraan dan bonus demografi. Indonesia yang dianugerahi keragaman adat budaya akan sulit mencapai kesejahteraan apabila masyarakat sipil tidak memiliki budaya kewargaan yang kuat. Adapun salah satu sendi budaya kewargaan adalah toleransi. Inilah yang konsisten dipromosikan oleh Gus Dur di mana-mana. Dengan mempelajari nilai toleransi dari Gur Dur maka diharapkan anak-anak muda dapat memaksimalkan potensi bonus demografi serta mewujudkan Indonesia emas tahun 2045.

Kelas Pemikiran Gus Dur ini berlangsung secara intensif dari pagi sampai sore. Acara ini dikelola sepenuhnya oleh teman-teman Gusdurian Yogyakarta dalam beberapa sesi materi. Yang menarik, kegiatan KPG ini telah dirancang sedemikian rupa sehingga peserta merasa fun dan enjoy. Dalam sesi materi, para peserta dikenalkan dengan biografi Gus Dur, pemikiran Gus Dur tentang agama, budaya, dan demokrasi serta 9 nilai utama Gus Dur.

Pada sesi pertama, yang berlaku sebagai fasilitator adalah Mas Rony. Ia bertugas memperkenalkan biografi Gus Dur yang merupakan seorang kyai, sekaligus guru bangsa. Jika ditelusuri, Gus Dur berasal dari keluarga pesantren dan keturunan pendiri Nahdlatul Ulama. Sebagai seorang yang mewarisi darah biru, Gus Dur tidak membatasi diri belajar khazanah keilmuan pesantren saja tetapi juga tertarik pada ilmu-ilmu umum. Hal ini dibuktikan dengan menempuh pendidikan di beberapa pesantren serta masuk sekolah umum. Dari situ Gus Dur bukan hanya menguasai ilmu-ilmu keislaman tetapi juga paham tenang sastra, seni, musik dan ilmu pengetahuan modern yang berkembang di Barat. Gur Dur kemudian menjelma sebagai seorang intelektual Muslim yang selalu gelisah dengan nasib umat Islam. Tulisan-tulisan Gus Dur yang berserak di berbagai media cetak adalah hasil refleksi dan upaya untuk mentransformasi masyarakat Muslim di Indonesia.

Pada sesi berikutnya, para peserta diajak untuk mendiskusikan gagasan Gus Dur tentang agama, budaya dan demokrasi. Yang berlaku sebagai fasilitator pada sesi ini adalah Mas Emqi. Ia membagi peserta dalam tiga kelompok yang masing-masing akan membahas satu gagasan Gus Dur. Kelompok yang membahas agama menyoroti soal moderasi beragama dan toleransi antar agama. Bagi kelompok ini, gagasan toleransi Gus Dur adalah strategi untuk mencegah perlakuan yang diskriminatif. Fasilitator kemudian mengkaitkan hal ini dengan teologi pembebasan yaitu sebuah konsep yang memandang agama sebagai pembebas manusia dari dogma-dogma.

Kelompok yang membahas budaya berpandangan bahwa identitas adalah kulminasi dari proses kebudayaan. Budaya sendiri merupakan produk akal budi manusia yang bisa memanusiakan yang lain. Pendeknya, budaya lahir karena ada manusia yang menjunjung tinggi harkat dan martabat dirinya. Bagi kelompok yang membahas demokrasi, persoalan yang penting diangkat adalah bagaimana rakyat memperoleh kebebasan dalam proses-proses politik. Demokrasi memang tidak berkembang dalam tradisi Islam. Namun dalam Islam ada konsep musyawarah yang justru menjadi fondasi budaya demokrasi. Musyawarah sendiri dapat diartikan sebagai upaya menegosiasikan kepentingan dalam bingkai politik kemanusiaan.

Pada sesi selanjutnya, Mas Hafi menjadi fasilitator dalam materi sembilan nilai utama Gus Dur. Sembilan nilai ini tidak berasal dari tulisan-tulisan Gus Dur namun hasil kristalisasi dari perilaku, pemikiran dan tindakan Gus Dur. Ini dirumuskan oleh keluarga dekat, sahabat dan murid-murid Gus Dur. Adapun 9 Nilai utama ini yaitu:

  1. Ketauhidan
  2. Kemanusiaan
  3. Keadilan
  4. Kesetaraan
  5. Kesederhanaan
  6. Persaudaraan
  7. Pembebasan
  8. Kesatria
  9. Kearifan

Kesembilan nilai utama Gus Dur tersebut jika menjadi pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari akan sangat besar dampaknya. Itu akan menuntun kita semua menjadi insan kamil (manusia yang paripurna).

Kegiatan Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG) ini ditutup dengan refleksi dan testimoni. Salah seorang peserta mengatakan bahwa Gus Dur adalah sosok kebanggaan di kalangan santri-mahasiswa, dan ia senang bisa belajar itu hari ini. Peserta yang lain mengaku sosok Gus Dur dapat jadi bahan obrolan dan diskusi dengan teman-teman mahasiswa.