Penulis: Neilna Revda
Editor: Agus S Efendi

Beberapa waktu terakhir kita sering mendengar kabar tentang kasus bunuh diri. Data Kementerian kesehatan menyebutkan bahwa kasus bunuh diri setiap tahun mengalami peningkatan. Jika ditelusuri rupanya kasus-kasus bunuh diri telah mengalami tren perubahan. Kalau dulu bunuh diri terjadi pada usia dewasa, sekarang bunuh diri lebih sering dilakukan oleh anak-anak muda. Hal ini tentu menimbulkan suatu pertanyaan mengapa generasi muda lebih rentan mengalami gangguan mental dan gampang memutuskan untuk mengakhiri hidup?

Dalam literatur psikologi-sosial, bunuh diri sangat terkait dengan tekanan-tekanan hidup. Ketika kondisi sosial kurang menyediakan ruang untuk menaruh kepedulian antar sesama maka seseorang akan mudah mengalami gangguan mental. Hal ini yang lantas memunculkan berbagai bentuk perasaan negatif seperti cemas, terasing dan depresi. Kendati demikian, kita juga tidak bisa begitu saja menyimpulkan bahwa orang yang mengalami gangguan mental memiliki kecenderungan bunuh diri.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecenderungan bunuh diri.

  1. Faktor Risiko

Adalah karakteristik individu baik yang bersifat biologis, psikologis maupun situasional yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mengalami permasalahan perilaku dan kesehatan mental. Pada kasus bunuh diri, faktor resiko ini bisa berupa sakit berkepanjangan, pribadi yang tertutup, kemampuan regulasi emosi yang buruk, memiliki trauma tertentu, minim informasi seputar kesehatan, tidak punya keterampilan mengelola masalah, dan memiliki keluarga dengan riwayat ODGJ.

  • Faktor Lokus Budaya

Adalah segala sesuatu yang tidak berhubungan langsung dengan permasalahan yang dialami namun justru yang melatarbelakangi, mendasari dan memelihara faktor resiko individu, keluarga maupun komunitas untuk secara terus menerus mengalami permasalahan kesehatan mental. Pada kasus bunuh diri, faktor budaya ini mencakup kondisi geografis yang buruk, kemiskinan, dan mitos tertentu (contohnya Pulung Gantung di Gunungkidul).

  • Faktor Pemicu

Adalah segala sesuatu yang menjadi pemicu langsung permasalahan perilaku dan kesehatan mental terjadi. Pada kasus bunuh diri, faktor pemicu ini bisa berupa kambuhnya suatu penyakit seseorang, mengalami pelecehan, perilaku impulsive dan agresif, mengalami depresi, penggunaan narkoba, terjadinya konflik interpersonal (teman, pasangan, rekan kerja) atau konflik dalam rumah tangga.

  • Faktor Pelindung

Adalah segala hal yang dapat dikategorikan sebagai sumber kekuatan yang berasal dari individu, keluarga maupun komunitas dalam mencegah dan mengatasi suatu permasalahan kesehatan mental. Pada kasus bunuh diri, faktor pelindung bisa berupa tingginya tingkat religiositas seseorang, adanya kepedulian keluarga dan tetangga yang tinggi, atau terdapat program peningkatan kualitas hidup dari pemerintah.

Kecenderungan bunuh diri tentu tidak dipengaruhi oleh salah satu dari keempat faktor di atas. Dalam kenyataan keempat faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Konfigurasi dinamis dari keempat faktor tersebut lah yang mendorong seseorang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri.

Jika ada seorang individu yang berkepribadian tertutup dan memiliki sakit yang sudah lama tidak sembuh. Kemudian ia juga tidak memiliki keterampilan dalam mengelola emosi negatif, maka individu ini akan beresiko mengalami stress akut dan depresi atas situasi yang dihadapi. Jika ternyata dia tinggal di daerah terpencil, jarang mendapat program pemerintah, dan tingkat kemiskinan di tempat itu tinggi maka resiko ia mengalami permasalahan kesehatan mental yang lebih buruk akan semakin tinggi. Dan apabila suatu saat sakitnya kambuh atau dia mengalami konflik dengan orang lain, lalu berperilaku impulsive dan agresif seperti menyakiti diri sendiri, maka hal ini dapat memicu langsung ia bunuh diri.

Namun, jika individu tersebut memiliki support sistem disekitarnya, artinya ia menerima kepedulian dari keluarga atau orang lain, memiliki religiositas yang tinggi, dan mendapat akses yang mudah terkait program peningkatan kualitas hidup dari pemerintah. Maka hal itu menjadi sumber kekuatan untuk bertahan serta mengatasi masalah kesehatan mental. Pada akhirnya hal ini juga akan menghilangkan pikiran untuk bunuh diri.

Tanda-tanda Seseorang dengan Kecenderungan Bunuh Diri

Orang yang memiliki pikiran bunuh diri sebenarnya tidak benar-benar ingin mati, ia hanya tidak ingin hidup dengan luka dan rasa sakit. Yang jelas pikiran bunuh diri itu dapat diredam oleh kehadiran orang-orang terdekat. Kita bisa membantu mereka dengan cara menjadi pendengar yang baik agar ia dapat mengungkapkan dan mengekspresikan pikiran dan perasaanya. Untuk itu jangan pernah meremehkan kemampuan kita untuk bisa menolong. Orang yang berpikiran bunuh diri biasanya menunjukkan tanda-tanda yang dapat dikenali oleh keluarga dan teman-temannya. Berikut adalah beberapa tanda yang dapat dijadikan indikator awal kecenderungan memiliki pikiran bunuh diri;

  1. Menunjukkan perubahan drastis pada perilaku, suasana hati, atau penampilan. Misalnya seperti menarik diri dari interaksi dengan orang lain, kehilangan minat pada hal yang disukai, mengekspresikan baik kata-kata atau perilaku bahwa ia merasa kesepian dan tidak ada tujuan hidup, nafsu makan berkurang dan berat badan turun drastis.
  2. Mengancam untuk melukai atau membunuh dirinya sendiri, melalui lisan atau tulisan. Contohnya seperti berbicara atau menulis tentang kematian atau keinginan bunuh diri, mencari cara bunuh diri, meninggalkan surat wasiat bunuh diri, mengunggah hal-hal yang tidak biasa ke media sosial yang berkaitan dengan simbol kematian atau bunuh diri.
  3. Melakukan hal-hal yang membahayakan diri atau mengancam jiwanya. seperti melukai dirinya dengan benda tajam, mogok makan berhari-hari, berhenti konsumsi obat dari dokter, berperilaku agresif dan impulsif lainnya.
  4. Mencoba untuk menyelesaikan semua urusan-urusannya dengan orang lain. Hal ini tercermin dari membagi benda berharga, meminta orang bertanggung jawab atas apa yang dialami, berpamitan atau mengucapkan selamat tinggal dan minta maaf.
  5. Merasa terjebak, tidak ada alasan atau tujuan untuk hidup. Misalnya depresi dan putus asa.
  6. Meningkatnya penggunaan alkohol dan psikotropika.

Jika terlihat tanda-tanda tersebut pada seseorang dalam waktu yang cukup lama, kita mungkin perlu mengungkapkan kekhawatiran kita kepadanya. Jika tidak yakin bahwa tanda-tanda yang kita lihat menjadi alasan yang cukup untuk mencurigai adanya kecenderungan bunuh diri, kita bisa bertanya kepada seseorang yang mengenalnya dengan lebih baik, apakah seseorang tersebut memiliki kekhawatiran yang sama.

Daftar pustaka

Misiak, B., Samochowiec, J., Gawęda, Ł, & Frydecka, D. (2023). Association of sociodemographic, proximal, and distal clinical factors with current suicidal ideation: Findings from a nonclinical sample of young adults. European Psychiatry, 66(1), E29. doi:10.1192/j.eurpsy.2023.14

Setiyawati, D., Colucci, E., Jatmika, W., Puspakesuma, N., Hidayati, N., Retnowati, S., & Hamzah, F. (2021). Pedoman pertolongan pertama psikologis pada upaya bunuh diri. Yogyakarta: Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.