Reporter: Tim Pusdeka

Pada Sabtu (5/11) Pusdeka diundang oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) NUSA untuk menjadi fasilitator dalam acara “Nobar dan Bedah Film Nisan Tanpa Keadilan.” Acara ini diselenggarakan untuk mengingat tragedi kemanusiaan yang terjadi di stadion kanjuruan satu tahun lalu. Dalam film yang diproduksi oleh WatchdoC ini, kita akan melihat dampak tragedi kanjuruan terhadap keluarga korban serta sejauh mana keadilan dipertimbangkan dalam proses penegakaan hukum. Acara ini diharapkan dapat menggugah kesadaaran dan sensibilitas mahasiswa UNU Yogyakarta terhadap persoalan-persoalan sosial.

Berikut adalah pengantar diskusi pada acara sore hari itu.

Aremania adalah supporter sepakbola yang cukup disiplin dalam menjaga perilaku di stadion. Bagi mereka, menyaksikan Arema Malang bertanding adalah sebuah hiburan keluarga. Tidak peduli kalah atau menang, Aremania akan tetap terhibur dengan spirit dan sportifitas para pemain di lapangan. Dalam keseharian warga Malang, pertandingan Arema Malang selalu menjadi bahan percakapan serta memunculkan rasa bangga. Menonton pertandingan Arema Malang di kandang mungkin sudah seperti ritual rutin dalam kehidupan sosial warga. Untuk para orang tua, menonton pertandingan di stadion adalah moment yang tepat untuk mengisi waktu bersama anak dan pasangan. Pertandingan sepakbola disini lebih seperti pesta rakyat yang membangkitkan rasa gembira bersama.

Budaya warga Malang ini berubah menjadi petaka pada 1 Oktober 2022, ketika Arema Malang bertanding melawan Persebaya Surabaya di stadion Kanjuruan. Memang sudah sejak dulu, supporter dari dua klub besar di Jawa Timur ini kerap berseteru. Namun pada malam itu tidak ada supporter Persebaya Surabaya yang datang. Kericuhan bermula ketika pertandingan berakhir dengan kedudukan 3-2 untuk Persebaya Surabaya. Merasa pertandingan ini cukup krusial beberapa Aremania tiba-tiba menerobos masuk ke lapangan untuk mengatakan sesuatu pada official team Arema.

Melihat pelanggaran ini, pihak keamanan pun sigap bertindak dengan tegas. Hal ini malah membuat sejumlah supporter Arema yang lain terprovokasi untuk masuk ke lapangan. Kondisi di stadion pun menjadi ricuh dan tidak terkendali. Entah bagaimana pihak keamanan memutuskan untuk membubarkan massa di dalam stadion dengan menembakkan gas air mata. Padahal di dalam stadion masih ada puluhan ribu supporter dan pintu keluar sangat sempit. Di saat Aremania berdesak-desakan menuju pintu keluar, mereka juga harus menghirup pedihnya gas air mata. Tidak sedikit dari mereka yang tidak kuat dan pingsan di tengah antrian. Pada akhirnya situasi pun menjadi histeris karena mereka tidak bisa segera mendapatkan pertolongan.

Tragedi naas itu pun tercatat telah merenggut 136 nyawa manusia, membuat 98 orang mengalami luka berat dan 496 yang lain luka ringan. Dari daftar korban yang meninggal rupanya 42 adalah perempuan dan 39 masih anak-anak.

Satu pertanyaan yang musti dikemukakan adalah bagaimana bisa puluhan ribu penonton sepakbola yang masih berada di dalam stadion dipaksa bubar dengan tembakan puluhan gas air mata? Tidak kah pihak keamanan melihat diantara para penonton itu ada anak-anak dan perempuan yang rentan terhadap kericuhan dan kepanikan massa?

Jika dilihat dari segi jumlah korban, tragedi Kanjuruan termasuk salah satu peristiwa kericuhan sepakbola terburuk dalam sejarah. Esok harinya, presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan agar segera dilakukan investigasi dan memutuskan untuk menghentikan liga sepakbola di Indonesia. Bagi publik umum, belum jelas apakah tragedi itu murni kesalahan prosedur penanganan massa atau sudah termasuk dalam pelanggaran HAM. Hal ini tentu akan mengarah pada siapa yang harus bertanggungjawab atas tragedi tersebut.

Satu tahun sudah tragedi Kanjuruan berlalu. Sejauh ini proses hukum menetapkan 5 tersangka dan telah dijatuhi vonis hukuman penjara selama dua tahun. Hal ini tentu menimbulkan suatu perasaan tertentu bagi keluarga korban. Mereka merasa hukuman itu belum mencerminkan keadilan. Melalui film “Nisan tanpa Keadilan” ini kita akan memahami harapan keluarga korban serta belajar bagaimana hukum di Indonesia berbicara tentang tragedi kemanusiaan.

Ada beberapa pertanyaan yang perlu direfleksikan, yaitu:

  1. Bagaimana tanggapan teman-teman setelah menonton film ini?
  2. Apa yang ada di pikirkan teman-teman tentang sepakbola di Indonesia?
  3. Mengapa keadilan begitu sulit untuk ditegakkan?