Reporter: Syamsul Ma’arif
Editor: Agus S Efendi

Istilah stunting mungkin sudah terdengar familiar di telinga banyak orang. Stunting sendiri sering dipahami sebagai suatu penyakit. Padahal WHO telah mendefinisikan stunting sebagai gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi, terjangkit infeksi secara berulang, dan tidak memadainya stimulus fisio-sosial. Namun sayangnya, masalah kesehatan ini masih cukup tinggi di Indonesia. Tidak mengherankan apabila persoalan ini lantas mendapat perhatian yang serius dari kementrian kesehatan lewat program “Melawan Stunting.”

Menanggapi situasi ini, Pusdeka UNU Yogyakarta yang bekerja sama dengan UNICEF Indonesia berinisiatif untuk menyelenggarakan Talk Series online dengan tema “Mengenal dan Mencegah Stunting Anak” yang dilaksanakan pada hari Jum’at, 18 November 2022. Talk series online ini dipandu oleh Khairatul Ni’amah sebagai moderator.

Rindang Farihah selaku direktur Pusdeka UNU Yogyakarta, memberikan pengantar bahwa banyak masyarakat kita yang kurang mengetahui penyebab serta bahaya stunting pada anak. Ia mengajak seluruh peserta agar lebih peduli dan sadar tentang mencegah kasus stunting di sekitar kita. Dengan begitu kegiatan ini juga diharapkan bisa mengurangi problem kesehatan di masyarakat terutama pada pola mengasuh anak agar terhindar dari stunting.

Narasumber pertama, dr. Karina Widowati memaparkan materi tentang pencegahan dan penurunan prevalensi stunting dalam perspektif hak anak. Pakar ahli gizi UNICEF regional Jawa ini mengemukakan bahwa jargon UNICEF adalah no one left behind (tidak ada yang tertinggal). Artinya UNICEF Indonesia berupaya untuk memastikan bahwa setiap anak dan remaja terlindungi hak-haknya serta mendapatkan kesempatan yang sama. Terkait isu stunting, Karina juga menegaskan ada dua hak anak yang perlu dipahami yaitu; anak berhak untuk sehat dan anak berhak mendapatkan layanan kesehatan. Dengan kata lain setiap anak berhak untuk menikmati standard kesehatan yang tinggi dan menjamin akses kesehatan tak tercabut.

Stunting sebenarnya dipicu oleh malnutrisi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Malnutrisi dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi untuk menjamin pertumbuhan anak secara optimal. Malnutrisi dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, wasting (kurang gizi atau gizi buruk) merupakan kondisi berat badan anak tidak proporsional dengan panjang tubuh. Anak yang mengalami wasting akan terlihat kurus karena nutrisi untuk tubuh tidak terpenuhi. Oleh sebab itu wasting juga mencerminkan kondisi kekurangan gizi saat ini atau kurang gizi akut. Kedua, Stunting (pendek dan cebol) adalah kondisi dimana panjang badan anak tidak tumbuh secara optimal dan anak terlihat pendek. Hal ini terjadi karena malnutrisi dalam periode waktu yang lama atau disebut dengan kurang gizi kronis.

Yang menarik, stunting juga dapat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan si ibu. Karina mengemukakan bahwa ibu yang mengalami anemia ketika mengandung akan membuat janin kekurangan nutrisi. Maka daripada itu, memberikan obat anemia pada Ibu hamil merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah stunting. Apalagi data kesehatan terbaru menyebutkan bahwa satu dari dua ibu hamil di Indonesia mengalami anemia. Kalau ditelusuri tingginya angka anemia ini rupanya berkaitan erat dengan kebiasaan buruk mengacuhkan anemia di kalangan remaja putri. Dari laporan UNICEF kita tahu kalau remaja putri yang mengalami anemia jumlahnya cukup signifikan.

Listiana Hidayati sebagai narasumber kedua menyoroti beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting pada anak. Dosen program studi farmasi UNU Yogyakarta ini menekankan pentingnya kesehatan dan nutrisi bagi ibu hamil serta perawatan bayi yang intensif. Berikut adalah tips untuk mencegah stunting pada anak:

  1. Ibu hamil mendapat tablet tambahan darah, minimal 90 tablet selama kehamilan.
  2. Pemberian makanan tambahan ibu hamil.
  3. Pemenuhan gizi.
  4. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli.
  5. Inisiasi menyusui dini (IMD)
  6. Berikan makanan eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan
  7. Berikan makanan pendamping ASI untuk bayi di atas 5 bulan hingga 2 tahun.
  8. Berikan amunisi dasar lengkap dan vitamin A.
  9. Pantau pertumbuhan balita di posyandu terdekat.
  10. Lakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

Selain dua narasumber di atas, acara di sore hari itu juga memfasilitasi dua aktivis anak untuk sharing tentang kendala pemenuhan hak-hak anak di lapangan. Mas Fauzan yang berasal dari yayasan SHEEP Indonesia berbagi pengalamannya melakukan advokasi di Lombok Utara. Di sana ia mengawal program posyandu keluarga untuk meningkatkan kualitas kesehatan warga secara holistik yang tidak hanya fokus pada ibu dan balita saja tetapi juga remaja dan lansia. Ia mengatakan bahwa angka prevalensi stunting yang tinggi di Lombok sebenarnya lebih dipengaruhi oleh maraknya praktik kawin anak bukan rendahnya kualitas kesehatan ibu/bayi. Jadi stunting juga bisa disebabkan oleh usia ibu melahirkan yang terlalu dini.

Pengalaman Dela Ratna sebagai seorang bidang di Sleman juga tidak kalah menarik. Duta Kesehatan Sleman ini menemukan bahwa selama proses sosialisasi isu stunting pada anak tanggapan para ibu-ibu cukup beragam. Ada yang tertarik dan serius memperhatikan tetapi ada juga yang acuh dan mengabaikan. Di kalangan para ibu, Dela menambahkan, isu stunting telah menjadi semacam stereotip perawatan anak yang tidak baik. Untuk menghindari stereotip ini maka para ibu cenderung untuk bersikap denial ketika anak balita mereka memiliki tanda-tanda pertumbuhan yang belum optimal. Selain itu kondisi ekonomi juga sering menjadi hambatan utama dalam pemenuhan gizi yang cukup untuk ibu dan anak.