Penulis: Rindang Farihah
Editor: Agus S Efendi

Apa sih yang dimaksud disabilitas? Mengapa disabilitas psikososial/mental itu penting untuk dibahas? Jika kalian pernah memendam pertanyaan seperti itu maka tulisan ini mungkin bisa memberikan jawabannya.

Disabilitas sendiri dapat dipahami sebagai keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan sensorik sehingga mengalami hambatan berinteraksi dengan lingkungan serta kesulitan berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat. Penyandang disabilitas adalah sebutan bagi mereka yang memiliki disabilitas dalam jangka waktu lama. Mereka mebutuhkan tindakan afirmatif agar nasib dan kondisi mereka menjadi lebih baik. Di negeri kita tindakan afirmasi itu disahkan melalui Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Tujuan dari aturan ini adalah untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri dan tanpa diskriminasi.

Secara umum ada 4 jenis penyandang disabilitas. Yaitu penyandang disabilitas fisik, penyandang disabiltias intelektual, penyandang disabiltias mental dan penyandang disabilitas sensorik. Dari keempat kelompok penyandang disabilitas tersebut rupanya yang hak-haknya belum terpenuhi adalah penyandaang disabilitas mental. Hal ini selain dipengaruhi oleh fakor budaya juga karena faktor akses layanan yang masih lemah. Penyandang disabilitas mental sering disebut sebagai orang gila, dan oleh karena itu mereka dipandang berbahaya. Dari situ, pemasungan terhadap penyandang disabilitas mental pun dianggap sebagai hal yang wajar. Padahal perlakuan seperti itu malah menimbulkan masalah dan juga melanggar hak asasi manusia.

Isu disabilitas psikososial/mental ini penting untuk disoroti karena, berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, sekitar 6 persen masyarakat Indonesia mengalami masalah mental/emosional. Ketika mereka tidak mendapatkan penanganan maka potensi untuk mengalami gangguan mental akan semakin tinggi. Dan apabila kondisi itu berlangsung lama mereka akan menjadi penyandang disabilitas psikososial/mental. Para penyandang disabilitas mental juga kerap mendapat stigma, perlakuan diskriminatif dan rentan mengalami kekerasan.

Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan Dr Bahrul Fuad yang saat ini menjadi komisioner Komnas Perempuan dan telah lama menggeluti isu disabilitas baik sebagai aktivis maupun konsultan. Kalau ditelusuri, ia menyelesaikan studi Master of Humanitarian Action di University of Groningen Belanda pada tahun 2005 dengan judul tesis Special Needs of Person with Disabilities in Disaster Situations-A Case Study of Aceh Tsunami 2004. Orang yang memiliki sapaan akrab Cak Fu ini juga menjadi salah satu inisiator munculnya buku Fiqh Penguatan Penyandang Disabilitas pada tahun 2018.

Dalam pertemuan itu saya berkesempatan untuk ngobrol terkait perkembangan isu disabilitas psikososial/mental di Indonesia. Berikut adalah ringkasan obrolannya:

Cak Fu bisakan saya diupdate tentang gerakan yang dilakukan teman-teman dalam mendampingi atau melakukan advokasi hak disabilitas khususnya disabilitas psikososial/mental?

Saat ini teman-teman aktivis disabilitas psikososial sedang mendorong advokasi obat-obatan untuk disabilitas mental yang berkualitas dan terjangkau, penghapusan praktik pemasungan serta perlakuan kejam dan tidak manusiawi di pusat/panti rehabilitasi mental/psikososial. Untuk yang terakhir ini telah dilakukan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS). Sementara Yakkum sedang melakukan advokasi untuk mendorong implementasi Rehabilitasi Berswadaya Masyarakat (RBM) untuk penyandang disabilitas psikososial.

Penyandang disabilitas psikososial khususnya penyandang disabilitas psikososial perempuan seringkali mengalami kekerasan seksual di dalam panti dan sebagian dari mereka mengalami sterilisasi.

Sejauh mana tantangan dan hambatan yang dihadapi?

Tantangan advokasi untuk obat berkualitas dan terjangkau serta rehabilitasi berbasis masyarakat pada penyandang disabilitas psikososial:

  • Stereotip dan stigma. Penyandang disabilitas psikososial sering kali distigmatisasi sebagai orang yang berbahaya, tidak produktif, dan tidak dapat berkontribusi pada masyarakat. Hal ini dapat membuat mereka sulit mengakses layanan kesehatan dan rehabilitasi yang mereka butuhkan.
  • Kurang pengetahuan. Banyak orang yang tidak memahami disabilitas psikososial. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa disabilitas psikososial adalah kondisi medis yang dapat diobati. Hal ini dapat membuat mereka sulit mendukung advokasi untuk obat dan rehabilitasi yang berkualitas dan terjangkau.
  • Terbatasnya sumber daya. Sistem layanan kesehatan dan rehabilitasi di Indonesia masih belum memadai untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas psikososial. Hal ini dapat membuat obat dan rehabilitasi yang berkualitas dan terjangkau sulit diakses.

Upaya yang sudah dilakukan oleh Kementerian Sosial dalam hal penanganan disabilitas psikososial?

Sejauh yang saya tahu Kementerian Sosial masih memberlakukan sistem panti, pemerintah juga belum membuat obat-obatan tersebut murah.

Menurut Cak Fu, apa yang kira-kira bisa dilakukan untuk mengatasi tantangan itu?

Beberapa cara untuk mengatasi tantangan:

  • Melakukan edukasi dan sosialisasi. Edukasi dan sosialisasi tentang disabilitas psikososial penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan mengurangi stigma. Hal ini dapat dilakukan melalui media massa, kampanye publik, dan kegiatan pendidikan.
  • Memperjuangkan kebijakan yang mendukung. Kebijakan yang mendukung akses terhadap obat dan rehabilitasi yang berkualitas dan terjangkau penting untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas psikososial dapat mendapatkan layanan yang mereka butuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong pemerintah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai untuk layanan kesehatan dan rehabilitasi, serta membuat peraturan yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas psikososial.
  • Membangun kerja sama dengan berbagai pihak. Kerja sama dengan berbagai pihak, seperti organisasi masyarakat sipil, lembaga pemerintah, dan swasta, penting untuk memperkuat advokasi. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk aliansi atau koalisi untuk memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas psikososial.

Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, kita dapat memastikan bahwa penyandang disabilitas psikososial dapat mengakses obat dan rehabilitasi yang berkualitas dan terjangkau. Hal ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat.

Sejauh mana Undang-Undang Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang TPKS mampu melindungi teman-teman disabilitas khususnya disabilitas psikososial?

Undang-Undang Penyandang Disabilitas dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) merupakan dua undang-undang yang penting untuk melindungi hak-hak penyandang disabilitas, termasuk penyandang disabilitas psikososial. Kedua undang-undang ini memberikan perlindungan bagi penyandang disabilitas psikososial dari kekerasan dalam berbagai aspek, termasuk:

  • Definisi kekerasan. Kedua undang-undang ini mendefinisikan kekerasan secara luas, termasuk kekerasan yang dilakukan terhadap penyandang disabilitas psikososial. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas psikososial yang menjadi korban kekerasan dapat mendapatkan perlindungan hukum yang sama dengan korban kekerasan lainnya.
  • Penyelidikan dan penuntutan. Kedua undang-undang ini mengamanatkan aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan terhadap kasus kekerasan, termasuk kasus kekerasan yang dilakukan terhadap penyandang disabilitas psikososial. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pelaku kekerasan terhadap penyandang disabilitas psikososial dapat dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
  • Rehabilitasi korban. Kedua undang-undang ini mengamanatkan pemerintah untuk memberikan rehabilitasi kepada korban kekerasan, termasuk korban kekerasan yang dilakukan terhadap penyandang disabilitas psikososial. Rehabilitasi ini penting untuk membantu korban kekerasan untuk pulih dari trauma yang dialaminya.

Adakah pasal-pasal dari keduanya yang berkaitan erat dengan perlindungan penyandang disabilitas psikososial dari kekerasan?

UU Penyandang Disabilitas mewajibkan Pemerintah memberikan perlindungan kepada penyandang disabilitas dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah. Selain itu mewajibkan pemerintah menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan.

UU TPKS memuat definisi kekerasan seksual yang lebih luas sehingga dapat mengakomodasi bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh penyandang disabilitas psikososial. Selain itu UU TPKS juga memberikan kemudahan persyaratan saksi korban kekerasan sebagai alat bukti di pengadilan dan juga ada pasal pemberatan hukuman jika korbannya adalah penyandang disabilitas.

Bagaimana Cak Fu Melihat Gerakan Perempuan dalam Mengawal Isu ini?

Gerakan perempuan secara umum juga masih awam soal isu perempuan dengan disabilitas dan disabilitas psikososial ini.


Kesimpulan

Secara umum, UU Penyandang Disabilitas dan UU TPKS memberikan perlindungan yang memadai bagi penyandang disabilitas psikososial/mental dari kekerasan. Kendati demikian masih terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaan kedua undang-undang ini seperti kurang sosialisasi dan sumberdaya.

Untuk yang pertama masih banyak masyarakat yang belum memahami kedua undang-undang ini. Hal ini dapat menghambat pelaksanaan kedua undang-undang ini. Untuk yang terakhir pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang memadai untuk pelaksanaan kedua undang-undang ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas psikososial/mental dapat mengakses hak-hak mereka secara penuh.

Meski terdapat beberapa tantangan, kedua undang-undang ini merupakan langkah penting dalam melindungi hak-hak penyandang disabilitas psikososial/mental di Indonesia. Dengan pelaksanaan yang tepat, kedua undang-undang ini dapat membantu meningkatkan kualitas hidup penyandang disabilitas psikososial/mental dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat.

Berikut adalah beberapa saran untuk meningkatkan perlindungan penyandang disabiltas psikososial dari kekerasan:

  1. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang lebih intensif tentang Undang-undang Penyandang Disabilitas dan Undang-undang TPKS, termasuk kepada masyarakat umum dan aparat penegak hukum
  2. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang memadai untuk penyediaan layanan rehabilitasi bagi korban kekerasan, termasuk korban kekerasan yang dilakukan terhadap penyandang disablitas psikososial.
  3. Pemerintah perlu bekerjasama dengan organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi penyandang disabilitas psikososial dari kekerasan