Penulis : Minhatul Maula (Staff LP3M UNU Yogyakarta
Editor : Tim Pusdeka
Manusia adalah makhluk yang senantiasa berubah. Makhluk yang selalu tumbuh dan berkembang. Sifat ini mendorong manusia untuk mencari ilmu dan mengejar kepuasan diri. Menuntut ilmu adalah prasyarat untuk menjalani kehidupan sebaik-baiknya. Salah satu ilmu hidup yang penting adalah ilmu tentang Islam. Pemahaman tentang Islam akan menuntun kita mengamalkan apa yang dinamakan rahmatan lil ‘alamin.
Dalam satu dekade terakhir, pemahaman tentang Islam di Indonesia khususnya di kota-kota besar semakin berkembang. Di kalangan anak muda Gen Z terdapat topik menarik yang selalu menjadi bahan perbincangan yaitu pemahaman Islam versi mereka. Ini adalah sebuah pemahaman keislaman yang didasarkan pada pembacaan teks secara mentah. Misalnya adalah pemahaman tentang hijrah.
Hijrah sendiri menurut bahasa memiliki dua makna. Pertama, secara dzahiry berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lebih baik. Kedua, secara ma’nawy berarti perubahan dari yang buruk menjadi lebih baik. Hijrah yang sebenarnya berakar dari kata hajara juga berarti meninggalkan/menjauh.
Tren hijrah yang dipahami oleh anak muda Gen Z merupakan tren hijrah yang tidak mendalam. Mengapa demikian? karena tren tersebut tidak menyentuh substansi atau hakikat hijrah itu sendiri. Di lingkungan tempat tinggal saya, banyak orang yang ikut tren hijrah termasuk teman yang saya kenal. Saya mengamati mereka dan memahami bahwa mereka hanya mengenal hijrah sebagai hijrah dengan mengenakan pakaian panjang yang menutup aurat dan tidak membentuk lekuk tubuh. Dengan kata lain tren hijrah ditandai dengan gaya berpakaian yang berbeda.
Tren hijrah ini sangat populer di kalangan anak muda saat ini. Cara mereka berpakaian memunculkan tren pakaian syar’i. Istilah syar’i sendiri sebenarnya memiliki cakupan yang sangat luas. Yaitu seluruh cara hidup seorang Muslim menurut ajaran Islam. Oleh karena itu syar’i berkaitan erat dengan ibadah, akidah, muamalah, dan akhlak.
Dalam hal busana muslimah, standar syar’i adalah pakaian yang tertutup, yang tidak membentuk lekuk tubuh dan yang menutupi dada. Berbusana syar’i tentu sangat baik. Selain melindungi kehormatan diri, pakaian syar’i merupakan bentuk ketaatan seseorang terhadap ajaran Islam. Namun, tren pakaian syar’i menjadi identitas seseorang yang telah berhijrah. Pakaian hijrah syar’i yang longgar biasanya membutuhkan kain yang sangat besar dan tebal. Kalau ditaksir, kebutuhan kain untuk satu pakaian bisa menghabiskan 5 meter. Jika seseorang ikut tren berhijrah, tentu ia akan membeli beberapa pasang pakaian untuk digunakan sehari-hari. Itu belum termasuk jilbab yang biasanya juga membutuhkan beberapa meter untuk satu jilbab.
Penggunaan kain yang begitu banyak untuk pakaian dan jilbab di kemudian hari pasti akan menimbulkan polusi atau kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh produksi kain tersebut. Sementara itu, pakaian bekas juga akan menjadi sampah yang akan menumpuk dan mencemari lingkungan. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Salah satu ayat yang melarang kita untuk bersikap berlebihan terdapat dalam Surat Al-A’raf (31). Allah SWT berfirman:
“Hai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus setiap kali (masuk) masjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Beberapa penelitian mengatakan bahwa dampak negatif penggunaan pakaian yang berlebihan menyebabkan sampah tekstil menumpuk. Sebuah laporan dari earth.org menyebutkan bahwa dari 100 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahunnya, 92 juta ton berakhir di tempat pembuangan sampah. Jika hal ini terus berlanjut, jumlah sampah busana pakaian diperkirakan akan melonjak hingga 134 juta ton per tahun pada tahun 2030. Sementara itu, menurut Fashion Industry Waste Statistics Edge Expo, industri tekstil juga merupakan industri paling kotor kedua setelah minyak di dunia.
Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa pakaian berijrah syar’i menjadi salah satu penyumbang pencemaran lingkungan yang kita hadapi saat ini. Karena Islam adalah agama ramatan lil’alamin maka sudah semestinya tindakan kita membawa kemaslahatan untuk semesta alam ciptaan Allah SWT.