Reporter: Tim Pusdeka
Pada Rabu, 24 Oktober 2023 LP3M UNU Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan UNU Talk dengan tema “Anak Muda Bicara Kesehatan Mental.” Kegiatan ini diselenggarakan untuk merespon maraknya kasus depresi yang dialami oleh generasi muda khususnya mahasiswa. Harapannya, kegiatan ini akan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa UNU Yogyakarta dalam hal menjaga kesehatan mental. Pemateri kegiatan ini adalah Rindang Farihah, Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (Pusdeka). Dan yang berlaku sebagai moderator adalah Hanif Muslim, mahasiswa Prodi Studi Islam Interdisipliner angkatan 2021.
Moderator memberikan pengantar diskusi pada siang hari itu dengan menyoroti bahwa Yogyakarta adalah kota yang paling tinggi kasus bunuh dirinya. Surat Al-A’rof ayat 17 menyebutkan bahwa iblis akan mendatangi mereka (manusia) dari depan, belakang, kanan dan kiri, agar mereka lupa bersyukur. Menurut Hanif ayat ini terkait dengan kondisi mental manusia yang selalu diliputi oleh rasa khawatir tentang masa depan, penyesalan masa lalu serta pilihan-pilihan hidup. Namun kunci untuk memiliki hati dan pikiran yang positif adalah dengan bersyukur.
Sebelum masuk dalam materi, Rindang menyampaikan bahwa kegiatan UNU Talk adalah agenda rutin LP3M yang akan diselenggarakan setiap dua minggu sekali. Agenda ini nantinya akan memberikan wacana dan perspektif pada isu-isu tertentu untuk civitas akademik UNU Yogyakarta. Terkait dengan tema, Rindang menekankan, semua orang tidak itu muda, tua, laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin rentan terkena gangguan kesehatan mental. Kalau dulu yang biasanya terkena depresi adalah orang dewasa dan berusia lanjut, untuk sekarang anak muda yang mengalami depresi. Tiap tahun kasus anak muda yang melakukan bunuh diri semakin melonjak. Hal ini membuat Kementerian Kesehatan menyatakan darurat kesehatan mental.
Berita dan kabar media dalam beberapa tahun belakang menunjukkan bahwa faktor anak muda terkena gangguan kesehatan mental sangat beragam. Mulai dari masalah keluarga, tekanan lingkungan, terhimpit kebutuhan ekonomi, hingga masalah asmara. WHO mengestimasi satu dari delapan penduduk dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Di Indonesia sendiri, lebih dari dua juta remaja tergolong sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Hasil survey Pusdeka juga menunjukkan bahwa separuh mahasiswa baru mengaku pernah mengalami masalah mental. Misalnya seperti trauma, stress, gangguan kecemasan, tertekan, bingung, kurang percaya diri dan seterusnya.
Dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2014, kesehatan jiwa didefinisikan sebagai kondisi dimana individu memiliki kesejahteraan yang tampak dari dirinya yang mampu menyadari potensinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup normal pada berbagai situasi dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi terhadap komunitasnya. Salah satu kendala utama dalam penanganan gangguan kesehatan mental adalah budaya stereotip yang membuat orang depresi enggan untuk pergi ke psikolog. Hal ini menyebabkan kasus-kasus depresi yang terdeteksi adalah kasus akut sehingga terlambat untuk ditangani.
Rindang menjelaskan, untuk remaja putri dan pemudi indikator kesehatan mental yang dapat diandalkan adalah siklus menstruasi. Jika siklus menstruasi stabil maka kesehatan mental juga baik. Begitu juga sebaliknya. Jadi, kesehatan reproduksi tidak hanya soal kesejahteraan fisiologis saja tetapi juga psikologis dan sosial. Di tengah gempuran informasi sosial media, anak muda cenderung suka membandingkan-bandingkan dirinya dengan orang lain. Kalau membandingkan untuk memotivasi dan memperoleh inspirasi tentu tidak masalah. Yang jadi masalah adakah ketika hal itu memunculkan pikiran dan emosi negatif seperti merasa lebih baik, sombong, merasa iri, dengki dan tidak suka melihat orang lain bahagia.
Ada beberapa tips yang bisa digunakan untuk menjaga kesehatan mental. Yang pertama adalah menghargai diri sendiri, misalnya dengan olahraga, memasak, berkebun, healing dan seterusnya. Yang kedua terhubung dengan orang lain. Artinya memiliki relasi sosial yang berkualitas dan lingkaran pertemanan yang supportif. Yang terakhir adalah istirahat. Menjaga kesehatan mental yang mendasar memahami batas kekuatan tubuh. Tubuh bukanlah mesin yang bisa terus bekerja. Tubuh butuh istirahat. Jika kita memaksa tubuh maka gejala yang biasanya terjadi adalah halusinasi dan vertigo.
Strategi coping dengan pendekatan spiritual adalah cara terbaik untuk menjaga kesehatan mental. Mengolah spiritualitas akan menjadikan pikiran kita lebih fokus dan enteng. Dalam tradisi pesantren strategi coping yang biasa dipraktikkan adalah dzikir, berziarah, tadarus, sholat, dan bersedekah. Santri yang melakukan beberapa amalan tersebut tentu akan memiliki resiliensi yang lebih baik dalam menghadapi persoalan hidup. Selain itu berpuasa juga bermanfaat dalam mengolah berbagai jenis dorongan impulsif. Dengan kata lain puasa akan membuat seseorang terlatih dalam mengontrol emosi dan perasaan.
Dalam sesi interaktif, beberapa peserta bertanya tentang persoalan mental dan pengalaman yang mereka hadapi. Ketika menghadapi teman yang mengalami gangguan kesehatan mental, prinsip yang harus dipegang adalah menghargai pilihan dan perasaan tanpa rasa menghakimi. Hal ini akan bermanfaat dalam meyakinkan mereka bahwa kita benar-benar peduli. Anak muda kadang merasa kecewa dengan pola asuh yang mereka dapatkan. Kenapa sebagian orang tua memaksa mereka untuk menjalani hal-hal tertentu dan orang tua yang lain membiarkan mereka sehingga tampak tidak peduli. Mungkin dilema ini akan sedikit terjawab ketika anak muda memahami perbedaan cara pandang masing-masing generasi dalam melihat tantangan zaman.
Terakhir, sebagai langkah preventif dan responsif terhadap gangguan kesehatan mental, Pusdeka UNU Yogyakarta menginisiasi terbentuknya Klinik Konsultasi Keluarga dan Anak Muda (Klinik K2+). Klinik ini dapat diakses oleh siapa saja, baik civitas akademik atau masyarakat umum, untuk mendapatkan layanan konseling.