
Oleh Rindang Farihah (Direktur Pusdeka – Peserta Utusan Kongres Keluarga Maslahat)
Pada tanggal 31 Januari – 1 Februari 2025 lalu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengadakan Kongres Keluarga Maslahat NU di Jakarta. Kongres ini untuk pertama kali digelar dan menjadi momen penting program Gerakan Keluarga Maslahah Nahdlatul Ulama (GKMNU). Hadir dalam kongres ini 300 peserta dari berbagai latar belakang, perwakilan satuan tugas (Satgas GKMNU) dari berbagai daerah, perwakilan pengurus NU dari beberapa Pimpinan Wilayah NU dan utusan-utusan lembaga, termasuk Pusdeka UNU Yogakarta.
Menandai pembukaan kongres hadir pula beberapa Menteri dan tokoh agama, diantaranya Pratikno, (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Wihaji (Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN), Nasaruddin Umar (Menteri Agama RI), dan lainnya.
Kongres Keluarga Maslahat NU menyepakati arah strategi perwujudan program maslahat yang telah diinisasi oleh NU. Program-program yang bertujuan mengatasi berbagai tantangan serta problem sosial yang dihadapi bangsa Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 serta capaian indikator Sustainable Develpoment Goals(SDGs).
Keluarga menjadi pintu masuk strategis dalam penyelesaian persoalan sosial yang ada. Problem sosial seperti stunting, gizi buruk, perkawinan anak, kekerasan seksual, masalah pendidikan, serta krisis lingkungan hidup sangat dekat dengan keluarga. Sehingga perlu langkah-langkah penguatan keluarga dengan pendekatan kemaslahatan dimana terpenuhinya semua aspek kebutuhan individu dalam keluarga dan tercapainya keluarga sejahtera.
Alissa Wahid selaku pengarah kongres menyampaikan program pemberdayaan Keluarga Maslahat NU dilakukan dalam 6 dimensi. Ke 6 dimensi tersebut menjadi tema pembahasan Kongres Keluarga Maslahat NU, 2025. Berikut ke 6 dimensi yang dimaksud, yaitu relasi maslahat, keluarga sehat, keluarga sejahtera, keluarga terdidik, moderasi beragama, dan cinta alam.
Gagasan konsep Keluarga Maslahah sendiri hasil kajian para pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) NU DIY sekitar 12 tahun lalu. Setelahnya konsep ini secara perlahan diperkenalkan secara nasional dan menjadi program unggulan PBNU dalam rangka berkhidmah kepada umat atau jamaah serta warga negara dalam konteks negara Indonesia.
Di antara capaian program Keluarga Maslahat NU adalah Program Bimbingan Keluarga pada lebih dari 1 juta keluarga, Bimbingan Perkawinan Pra-nikah sekitar 3.100 pasangan di 62 kabupaten/kota, Berkah Keuangan Keluarga mencapai 15.510 keluarga di 16 kab/kota, Kehutanan Sosial dengan membagikan sertifikat 41, 525,89 ha menjangkau 26 ribu KK, Pendidikan Pengelolaan Sampah bagi 2.348 keluarga di 3 kabupaten/kota, Pembekalan Pelajar IPNU IPPNU 19 kabupaten/kota, Pendampingan 70 Anak dan Remaja, Penguatan Nilai Etos Kerja, Gotong Royong, Integritas (EGI) di 3 sekolah 3 provinsi, terlibat dalam Makan Bergizi Gratis, Program Cegah Stunting Perspektif Keluarga (CSPA), dan beberapa program lainnya.
Program-program Gerakan Keluarga Maslahat NU diatas tentunya tidak dikerjakan sendiri oleh NU melainkan bersinergi dan bermitra dengan banyak pihak, baik pemerintahan juga pihak swasta dan tidak kalah penting peran lembaga-lembaga yang di bawah organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) di berbagai wilayah di Indonesia.
UNU Yogyakarta, melalui Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (Pusdeka) dan Center for GEDSI UNU menjadi salahsatu pelaksana program GKMNU. UNU Yogyakarta melakukan peningkatan kapasitas membangun relasi keluarga maslahah di kalangan generasi NU melalui peer group. Program ini melatih sekitar 25 kader IPNU/IPPNU se-DIY untuk memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan agar siap terjun ke masyarakat (jamaah). Mereka dikenalkan konsep keluarga maslahah dalam konteks mabadi’ khoiro ummah, pengorganisasian masyarakat, serta teori dan praktek fasilitasi.
Kemaslahatan umat hanya bisa tercapai jika menjadi perhatian bersama semua pihak. Keluarga sebagai entitas terkecil dalam struktur masyarakat dan negara keberadaannya menjadi penting, dikarenakan masalah dan penyelesaian masalah yang dihadapi negara secara bersamaan ada pada keluarga.
Sederhananya, kesejahteraan keluarga menjadi modal terwujudnya kemaslahatan keluarga .