UNICEF bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan forum diskusi untuk menyempurnakan pedoman terkait mekanisme koordinasi perlindungan anak korban jaringan terorisme. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, 3 Juni 2025 di Hotel Swiss-Belinn Surakarta, Jawa Tengah.

Pedoman tersebut merupakan acuan bagi kementerian/lembaga pemerintah, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil dalam rangka mengkoordinasikan perlindungan anak korban jaringan terorisme.

Ketua Prodi Studi Islam Interdisipliner Nuzulia hadir sebagai perwakilan UNU Yogyakarta di acara tersebut. Akademisi yang memiliki minat pada isu-isu hukum keluarga tersebut menjadi salah satu ahli yang berkesempatan memberikan masukan dan catatan penyempurnaan pada modul teknis yang disusun. Turut hadir sebagai peserta dari berbagai lembaga pemerintah, organisasi masyarakat sipil, tokoh agama, kepolisian, hingga akademisi.

“Pedoman ini menjadi penting karena isu terorisme terutama yang melibatkan anak perlu disikapi dengan cara yang khusus. Hal ini sekaligus sebagai langkah maju karena menempatkan anak sebagai korban dalam peristiwa terorisme,” ujar Nuzulia.

Apresiasi juga datang dari Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan UNU Yogyakarta Rindang Farihah. Rindang menyebut Kemen PPPA sudah menerapkan langkah-langkah progresif dalam menempatkan isu anak dalam pusaran terorisme dengan mengangkat persoalan keluarga. “Keluarga perlu ditempatkan sebagai sistem deteksi dini yang pertama-tama menangkap gelagat paham radikalisme dan terorisme di lingkarannya, terutama pada anak,” ujar Rindang.

Sebelumnya, Kemen PPPA bekerjasama dengan UNICEF telah melaksanakan konsultasi di tingkat Pusat pada tanggal 29–30 April 2025 dengan mendapat berbagai masukan untuk melengkapi pedoman. Forum ini dimaksudkan untuk menyempurnakan pedoman sebelum resmi diterapkan.

Terdapat beberapa bahasan penting dalam diskusi tersebut, seperti pembahasan mengenai kebijakan nasional tentang reintegrasi anak-anak Indonesia yang terasosiasi dengan terorisme, termasuk foreign terrorist fighters (FTF). Selanjutnya, forum ini juga membahas pencegahan dan penanganan tindak pidana terorisme pada anak di Jawa Tengah, termasuk bagaimana praktik penanganannya. Terakhir, forum ini membahas program berbasis komunitas sebagai upaya penanganan dan penanganan kekerasan ekstrem.

Dalam diskusi ini dihelat diskusi kelompok dari tiga daerah yang dianggap rawan terpapar terorisme dan radikalisme. Diskusi ini menghasilkan peta persoalan hingga rencana agenda kolaboratif di masa mendatang.

Pedoman tersebut meliputi upaya pencegahan melalui edukasi tentang pendidikan, ideologi, dan nilai nasionalisme, serta upaya penanganan melalui konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial sebagaimana amanah undang-undang.

Reporter: Nuzulia Febri Hidayati | Editor: Sarjoko S.