Pembahasan tentang perkawinan anak kembali menghangat. Para pemerhati hak anak dan perempuan kembali gencar menyuarakan kasus ini sebagai persoalan sosial yang harus segera ditangani.
Dalam Preambul Konvensi Hak-hak Anak (CRC) disebutkan bahwa anak, dengan alasan keterbatasan fisik dan mental yang belum dewasa, butuh perlindungan dan pelayanan khusus termasuk di dalamnya perlindungan secara legal, baik sebelum ataupun setelah ia lahir. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana norma baru ini dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang plural dan kaya dengan tradisi komunal?
Dalam Public lecture yang berlangsung selama kurang lebih dua jam itu, Ibu Lies memberikan banyak wawasan baru yang menurut kami sangat bernilai untuk dibagikan kepada teman-teman peneliti, dosen atau mahasiswa yang meminati kajian gender dan anak. Untuk itu berikut adalah transkrip public lecture tersebut.
Perkawinan anak atau perkawinan pada usia dini masih marak di Indonesia. Meskipun pemerintah sudah menaikkan batas minimal usia pernikahan laki-laki dan perempuan tren perkawinan anak memang menurun, namun jumlahnya masih cukup mengkhawatirkan. Hasil survei itu menunjukkan bahwa perkawinan usia dini memang menurun tapi tidak cukup signifikan. Penerapan UU perkawinan yang baru rupanya tak begitu berpengaruh pada kasus perkawinan anak-anak.